KOMPAS.com – Kebudayaan masyarakat Bali kerap menarik perhatian wisatawan karena masih kental dan tidak terkikis zaman modern.
Saat berkunjung ke sana, desa adat atau desa wisata pun kerap dikunjungi oleh wisatawan untuk melihat kebudayaan dan kehidupan masyarakat setempat.
“Sampai hari ini yang mendunia masih Penglipuran, dalam konteks budaya disamping jadi desa wisata,” kata Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Bali, I Nyoman Nuarta, kepada Kompas.com, Rabu (9/9/2020).
Selain Desa Penglipuran, Nyoman menuturkan masih ada beberapa desa wisata yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi. Apa saja?
1. Desa Penglipuran
Desa Penglipuran yang berisi masyarakat Bali Mula terletak di Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli. Tepatnya di dataran tinggi sekitar kaki Gunung Batur.
Ketika menginjakkan kaki ke sana, wisatawan akan merasakan suasana yang tenang dan asri dari desa yang asal kata namanya berasal dari “Pengeling Pura”. Makanya adalah tempat suci untuk mengenang para leluhur.
Tidak hanya udaranya yang sejuk, bentuk bangunan setiap rumah yang seragam dan saling terhubung melalui lorong menarik perhatian masyarakat.
Hal tersebut menandakan bahwa masyarakat di sana hidup berdampingan secara harmonis. Jika berkunjung ke sana, wisatawan bisa mempelajari aturan adat, tradisi unik, dan banyak acara ritual termasuk Galungan.
Salah satu aturan adat yang berlaku di sana adalah larangan bagi pria untuk memiliki istri lebih dari satu. Jika melanggar, mereka akan dikucilkan di sebuah tempat bernama Karang Memadu.
Apabila ingin mempelajari aturan adat lain lebih lanjut, kamu bisa menginap di sejumlah homestay yang telah disediakan sambil menikmati jajanan khas Bali bernama Sueg yang terbuat dari umbi.
Untuk masuk ke area Desa Penglipuran, wisatawan harus menaruh kendaraan roda dua atau roda empat di lahan parkir yang telah disediakan.
2. Desa Tigawasa
Desa masyarakat Bali Mula ini berlokasi di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Letaknya berada di ketinggian sekitar 500-700 meter dari permukaan laut (mdpl).
Saat berkunjung ke sana, wisatawan bisa melihat banyak sekali perkebunan dan sawah yang masih asri. Kamu bisa menikmati pemandangan tersebut sambil menikmati sejuknya udara di Kubu Alam.
Kubu Alam merupakan sebuah tempat bersinggah masyarakat yang melintasi jalur Desa Tigawasa dari arah Denpasar-Singaraja dan sebaliknya.
Pengunjung bisa menikmati kopi robusta yang dipetik langsung dari kebun para petani setempat sambil melihat pemandangan perbukitan dari gardu pandang yang terbuat dari bambu.
Usai menikmati pemandangan, kamu bisa menjelajahi salah satu desa tua di Buleleng tersebut dan berinteraksi dengan masyarakat setempat sambil mempelajari budaya, tradisi, dan adat istiadat yang ada.
Salah satu tradisi unik khas Desa Tigawasa adalah tidak adanya pembakaran mayat dalam Upacara Ngaben. Mayat akan dikubur dan dibungkus menggunakan kain batik.
Sembari berkunjung, jangan lupa untuk membeli kerajinan anyaman bambu berupa sokasi dan bedeg.
“Wisatawan bisa lihat kegiatan masyarakat lokal yang masih berpedoman pada adat istiadat yang berlaku dari dulu, belum terkontaminasi terlalu banyak oleh digital,” ungkap Nyoman.
3. Desa Sidatapa
Desa Sidatapa juga merupakan salah satu desa tua di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Desa ini terletak di ketinggian sekitar 450 mdpl.
Selain bisa mempelajari sejarah dan kebudayaan setempat, wisatawan bisa melihat rumah adat kuno bernama Bale Gajah Tumpang Salu yang sudah ada sejak sekitar 785 M.
Rumah tersebut terbilang cukup unik karena bangunannya membelakangi jalan, tembok terbuat dari tanah, dan 12 tiang penyangganya menggunakan kayu.
Bale Gajah Tumpang Salu memiliki beberapa bagian di dalamnya, disebut Tri Mandala, yang memiliki fungsi tersendiri seperti untuk kegiatan sehari-hari atau tempat untuk bersembahyang.
Saat berada di sana, wisatawan juga bisa membeli kerajinan anyaman bambu, serta melihat tarian dan ritual khas Desa Sidatapa.
Ada juga tempat wisata Air Terjun Mampah yang terletak sekitar 2 km dari desa. Air terjun tersebut terletak di tengah hutan dan dikelilingi oleh pepohonan yang masih asri.
Tidak hanya wisatawan bisa belajar sejarah, ritual, dan adat Desa Sidatapa, mereka juga bisa melakukan wisata alam selagi di sana.
4. Desa Cempaga
Desa Cempaga di Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng merupakan salah satu desa tua yang memiliki sejarah, kebudayaan, tradisi, dan tarian sakral.
Beberapa tarian yang bisa dilihat di sana adalah tari jangkang, tari baris, tari pendet, dan tari rejang. Biasanya, tarian sakral akan dilakukan di Pura Desa Cempaga. Wisatawan bisa melihatnya saat berkunjung ke sana dalam waktu-waktu tertentu.
Selanjutnya ada juga Upacara Mecacar yang dilakukan di pura sekitar pukul 01:00 WITA pada Upacara Galungan, Upacara Kuningan, dan Karya Agung Muayon.
Desa Cempaga memiliki alam yang masih asri dan bersih. Udaranya pun sejuk lantaran desa terletak di dataran tinggi.
Sembari menikmati pemandangan tersebut, kamu bisa berkunjung ke Sunset Hill Restaurant yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Cempaga.
“Desa Tigawasa, Desa Sidatapa, dan Desa Cempaga adalah tiga kawasan yang merupakan Bali Mula. Mereka destinasi yang sedang diangkat,” tutur Nyoman.
5. Desa Tenganan
Desa Tenganan berlokasi di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Desa ini masih mempertahankan rumah dan adat yang sudah ada sejak dulu kala.
Hal ini karena masyarakat desa memiliki aturan adat yang sangat kuat yang disebut dengan awig-awig. Aturan adata tersebut sudah ada sejak abad ke-11, dan diperbarui pada 1842.
Deretan rumah adat yang masih dipertahankan merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Namun sebelum bisa masuk ke sana, wisatawan tidak membeli karcis namun memberi sumbangan seikhlasnya.
Lingkungan Desa Tenganan masih sangat terjaga. Banyak sawah dan tanaman masih terlihat asri. Kerbau milik warga pun bebas berkeliaran di pekarangan rumah.
Sembari mempelajari sejarah, budaya, adat, menikmati keindahan rumah adat dan nuansa lingkungannya yang tenang, kamu bisa berkunjung ke toko oleh-oleh yang menjual banyak kerajinan Desa Tenganan.
Toko tersebut menjual berbagai jenis kerajinan mulai dari anyaman bambu, ukiran, lukisan yang diukir di atas daun lontas yang sudah dibakar, serta kain geringsing.
“Tenganan sangat terkenal terkait pembuatan kain geringsing,” kata Nyoman.
Kain yang hanya diproduksi di Desa Tenganan dibuat menggunakan tangan. Waktu pembuatan yang lama dan warna yang berasal dari tumbuh-tumbuhan membuatnya menjadi buah tangan yang wajib dibawa pulang.